Jumat, 22 Maret 2013

CERMIN

Cintaku, Bukan Drakula
Karya Teuku Asrul

''Dinda gelisah, kanda,,!''
''Gelisah kenapa?'' Tanya ku sambil memandang  kearahnya yang sedang menatap laut lepas.
''Gelisah tentang kita, tentang perjodohan yang kanda ceritakan itu, tentang keluarga kanda yang tak pernah setuju kalau kanda menikah luar daerah''. Ia melihat ku dengan raut wajah sedih takut kehilangan. Bagaimana tidak, aku tahu bagaimana perasaannya gagal dengan cinta pertamanya.
''Dinda, kanda juga gelisah. Gelisah akan dinda nantinya yang akan berpaling dari kanda, menyerah, jika keluarga kanda tak merestui hubungan kita. Kanda sudah katakan, kalau kanda akan melakukan segala cara untuk kita akan bersatu.'' Sambil melihat wajahnya yg begitu merasa takut akan kehilangan cintanya.
 ''iya kanda, tapi kita tidak akan pernah bisa bahagia tanpa restu kedua orang tua kita. Dinda takut durhaka pada keduanya kanda. Allah sudah mengatur segalanya. Coba kanda lihat ombak laut itu, tidak ada yang sama, kadang-kadang besar dan kadang-kadang kecil dan setiap kalinya berbeda. Allah yg mengaturnya kanda.'' Ia memandangku dengan mata berbinar-binar.
            “Dinda, serahkan semua itu kepada-Nya. Kita hanya bisa merancang, yang penting kita tidak murka dengan-Nya. Cintaku kepadamu ibarat ombak laut itu yang tak akan pernah berhenti bergoyang, terkecuali ia telah kering. Kita akan berusaha sama-sama untuk cinta kita”.
Suasana hening pun berlabuh dan hanya suara gemuruh laut yang terdengar. Angin menyapu wajah-wajah penghuni pondok-pondok misterius pantai dengan hidangan kelapa muda segar di depannya. Tidak ada pondok yang kosong, semua terisi oleh pasangan muda-mudi yang sedang memadu kasih. Berbeda cinta mereka dengan cintaku. Terkadang aku bingung, kenapa ada cinta yg seperti drakula. Cinta yang menghisap darah dan akhirnya akan terbuang dan aku yakin tak akan pernah akan bertahan sampai ke ikatan suci.
Cintaku begitu tulus untuknya. Hatiku berkata,''Aku akan melakukan segalanya untuknya dan aku juga merasa, tak ada gunanya aku ini kalau tidak sempat hidup bersamanya dalam ikatan yang suci''. Aku nyaman didekatnya, dimanapun tempatnya. Tak pun merebak nafsu untuk menjamahnya, seperti orang-orang yang ada disamping pondok kami, ciuman sebebasnya, pelukan, dan banyak hal lain yang mereka lakukan sebelum mereka mendapatkan sertifikat halal.
Tempat ini bisa dikatakan tempat maksiat melakukan zina kecil. Seperti berada di perancis saja. Padahal ini aceh. Aceh yang punya gelar Seuramoe Meukah. Sayang, masyarakat sendiri yang memfasilitasi mereka sehingga aman dari gangguan masyarakat yang melarang berada di semak-semak. Aku sengaja membawanya kemari, hanya untuk mengujinya.
Terlebihnya lagi, aku jadi bingung dengan suasana ini. Apa cinta seperti itu????
Ya, tapi cinta nafsu, cinta untuk merusak, bukan menjaga. Kadang-kadang aku sayang melihat gadis-gadis kecil yang kiranya masih memangku pendidikan tingkat atas yang menjadi pasangan lelaki-lelaki pemikat. Takutnya nanti habis manis sepah dibuang. Tapi apa boleh buat, mungkin mereka masih terlalu cepat untuk mengenal cinta, sehingga tak bisa untuk menjaga diri. Terlebih lagi orang tua yang tidak sering mengawasinya dan tidak memberikan pemahaman agama kepadanya. Eemmm,,,rupanya tempat ini terlalu banyak setannya.
Walau begitu, aku bangga punya pacar seperti dindaku. Ia sangat matang dalam hal cinta. Ia bagaikan bungan yang punya warna tapi berduri. Tidak akan pernah bisa tersentuh sebelum waktunya tiba. Padahal aku juga sudah mengujinya dengan menggunakan berbagai bujuk rayuku untuk menjamahnya, namun semua itu sia-sia saja. Iman yang kuat membentenginya, sehingga cintaku begitu murninya dan berniat untuk memperistrikannya. Aku pun yakin, semua lelaki tetap menyukai wanita yang soleha.
“kanda,,,!” Ia menyadarkanku dari lamunan.
“Ia dinda” Terkejut dari lamunanku.
“Kanda kenapa termenung begitu cukup lama. Apa yang kanda fikirkan? Ada yang salah dengan laut itu? Dari tadi pandangan kanda kelaut saja.” Ia mengusap mukaku.
            “Enggak ada yang salah nda, cuma memikirkan sesuatu. O, ya. Dinda ada lihat orang-orang pacaran di pondok-pondok lain gak? Hihi,,,,” Sambil mengoloknya.
“eeeemmmmmm,,,,mulai! Jangan pikirkan yang macam-macam, ah,,,!” Ia mengira aku memikirkan dan ingin dengan hal-hal yang mereka lakukan.
“Enggak sayang. Cuma memikirkan betapa sayangnya gadis-gadis nan-anggun itu. Hanya saja kanda tak berani menegurnya. Kanda yakin, lelaki-lelaki itu tidak sayang sama mereka. Buktinya, bukan menjaga, malah membuat ia layu”
“Kenapa kanda bilang begitu?”
“Ya, begitu. Cinta itu bukan drakula yang menghisap leher seperti tadi itu,,,hihi,,,,”
“Ala ayank, mulai deh kumatnya”
“tapi benar kan?”
“iya sih. Tapi cukup kita benci mereka dalam hati saja nda, kalau memang kita tidak sanggup dengan yang lainnya.” Ia memberi penjelasan.
“ iya beh, aq sayang qm,,”
“aq juga sayang qm, kanda.”
“ayuk kita pulang.”
“yuk,,!”
            Kami pun beranjak meninggalkan caffe pondok cemara pinggir pantai itu selesai membayar dua kelapa muda seharga enam belas ribu rupiah sudah termasuk pajak penyewaan pondok tentunya. Kemudian, kami pun berharap tempat ini nantinya akan berubah menjadi tempat rekreasi yang jauh dari pasangan-pasangan penghisap darah gadis-gadis malang,,,,amiiiinnnn,,,,,,
            “Nda, ada apa tu rame-rame?”
“eeemmmm,,,,orang pacaran di semak-semak tu yank kena tangkap. Bodoh orang tu yank.” Kataku dengan nada jengkel.
            “Kok bodoh yank?” Ia bertanya tak mengerti maksudku.
“ya bodoh, kenapa gak ke tempat kita pergi tadi aja. Buktinya tidak ada yang tangkap mereka yang seperti itu, kan? Huhuhu,,,,,dunia ini sudah berbeda yank,,,,!
            “ Ala, ayank ne ulok. Tapi iya juga sih,,,hihihi”

Penulis adalah Pemerhati Sastra

OPINI

Stop Cerca Cinta, Cinta atau Nafsukah Ia?
Oleh Teuku Asrul

Jaman ini tidak gaul, jika berstatus Jomblo. Sebagian besar remaja merasa malu jika tidak punya pacar. Berbagai jalan ditempuh, agar bisa mendapatkan sang kekasih. Namun, juga tidak sedikit pemuda-pemudi yang tidak ingin lagi punya pacar. Katanya kecewa karena pasangan selingkuh, tidak bisa diaturlah, cemburuan bangetlah, tidak perhatianlah, dan banyak sebab lain yang akhirnya cinta yang menjadi korban hinaan mereka.
Terlebih lagi, wanita beranggapan semua lelaki itu sama dengan lelaki yang mengecewakannya dan begitu juga dengan lelaki yang menganggap semua wanita itu sama dengan wanita yang pernah menyakitinya. Toh, akhirnya lahirlah kata ''persetan dengan cinta, cinta itu bajiangan, cinta itu jahat, cinta itu anjing'' dan masih banyak lagi kata-kata kotor yang muncul untuk mencerca cinta.
Dari fenomena di atas, Penulis merasa tertarik untuk meluruskan atau mengupas sedikit permasalahan yang terjadi di dunia remaja. Sebahagian remaja sudah sangat bosan, jika mendengar kata cinta, dan juga tidak sedikit remaja yang sedang asyik bercinta, namun, mereka menyalah artikannya. Banyak patokan cinta yang diposisikan ke hal yang negatif. Misalkan saja, cinta itu diukur dengan ciuman, pelukan, dan banyak lagi hal-hal yang akhirnya akan membawa kesesatan.
Jaman ini, mungkin pelaku cinta masih sangat awam untuk mengenal yang namanya cinta. Bagaimana tidak, kecil-kecil sudah pandai mengerdipkan mata. Cara menggoda dan tutur kata senantiasa menjurus ke hal yang memancing hasrat. Akhirnya terjalinlah sebuah hubungan yang katanya didasarkan oleh rasa cinta. Hasilnya, keduanya akan mendapatkan kesengsaraan batin diujung hubungan yang diakhiri dengan permusuhan dan cinta yang dulunya terikral hilanglah sudah.
Sering pula kita baca kasus-kasus khalwat yang ter-ekspos ke media masa. Bukan satu atau dua kasus, namun sudah tidak terhitung jumlahnya. Belum lagi yang istilah anak muda sekarang kita dengar dengan ungkapan poh banded atau jadup atau sese bineh yang biasanya terjadi di pinggir-pinggir pantai yang gubuknya sudah disediakan. Anehnya, hal itu sudah seperti tidak haram lagi, kalau sudah didasarkan pada yang mereka anggap adalah cinta. Di sisi lain, begitu banyak pula lelaki yang hadu jotos untuk memperebutkan cintanya. Bahkan nyawa melayang hanya karena untuk mempertahankan yang mereka anggap itu cinta.
Hal ini penting direspon, untuk menjaga putra-putri tercinta dari hal yang mungkin kita semua sepakat untuk tidak terjadi, mungkin semua pihak harus ikut serta. Terutama orang tua, lembaga pendidikan, dan seterusnya masyarakat. Baik itu secara moral, maupun tindakan yang mungkin harus dilakukan pada suasana tertentu. Akan tetapi, peran tersebut sekarang sudah mulai kabur. Banyak orang tua yang telah mengijinkan anaknya pacaran, bahkan kadang-kadang ada orang tua yang bangga, kala anaknya pacaran. Ini juga salah satu budaya Aceh yang telah terkontaminasi.
Percaya atau tidak, silahkan kunjungi desa-desa terpencil di Aceh. Kemudian amatilah, orang tua mereka mengijinkan anaknya pacaran atau tidak. Penulis sendiri berada pada desa terpencil di Aceh, namun benar orang tua di desa Penulis masih melarang anaknya pacaran. Jangankan untuk berjumpa dengan lelaki, keluar rumah pun dilarang, kecuali pada waktu sekolah.
Islam sangat dekat dengan cinta. Dijelaskan cinta itu damai, tidak ada perperangan, tidak ada kekacauan, tentram, aman, dan sejahtera. Bayangkan, jika cinta tidak ada, mungkin dunia ini sudah menjadi dunia misteri. Bunuh-membunuh, pertumpahan darah di mana-mana, manusia tidak akan peduli dengan manusia lainnya. Coba baca sejarah jaman jahiliyah, mungkin hidup dijaman itu sangat suram.
Oleh karena itu, upayakan cinta yang pertama kepada Allah, kemudian kepada Nabi, orang tua, dan kepada guru. Insyaallah, jika engkau mencintai yang lainnya, maka tidak akan melanggar aturan-aturan yang telah ditetapan sang Khalik. Pemahan yang semacam inilah yang harus tertanam kepada remaja putra-putri Aceh, agar jauh dari kesesatan dunia.
Kemudian cerna arti cinta itu. Cinta tidak merusak, tetapi cinta itu menjaga. Cinta butuh pengorbanan, namun tidak mengharap balasan. Cinta itu indah, tidak membawa kesengsaraan. Cinta itu suci, tidak terkotori dengan pelanggaran-pelanggaran. Cinta itu kasih sayang, bukan pengumbar nafsu. Cinta itu untuk memiliki, namun bukan mencampuri. Cinta itu sangat damai.
Tidak dapat dipungkiri, apa divinisi cinta yang sesunguhnya. Sudah pasti lain orang lain pula mengartikannya, seperti fenomena yang terjadi dikalangan remaja saat ini, cinta sudah hampir rada-rada sama dengan nafsu. Benarkah cinta itu identik dengan nafsu? Mungkin benar, jika ia dalam konteks cinta lawan jenis, dan salah, jika itu dalam konteks umum. Akan tetapi, cinta dikalangan remaja hampir sangat-sangat dekat dengan zina. Bernarkah itu cinta?
Tidak tanggung-tanggung juga Allah menegaskan untuk tidak mendekati akan zina. Jangankan melakukan, mendekati saja dilarang. Begitulah larangan-Nya, sebab Allah maha mengetahui akan hamba-Nya yang sangat susah untuk menjaga nafsu. Tidak ada penjelasan tentang haramnya kata “pacaran” namun, jika ia mengumbar hasrat, hukum Allah tetap berlaku dan Allah tidak akan sedikit pun lalai dalam urusan-Nya.
Pemahahaman tentang cinta dikalangan remaja sangat penting untuk putra-putri tercinta pada masa pubernya. Mungkin masa ini dirasakan oleh setiap manusia normal, tak terkecuali manusia yang tak normal pun mungkin merasakan hal itu. Bagaimana tidak, itu kebutuhan biologis. Di sisi lain, kita juga manusia yang beragama, punya Sang Pencipta, dan sudah pasti memiliki peraturan-peraturan yang itu juga untuk kebaikan hamba-Nya.
Akhir dari ulasan di atas, penulis memberi kesimpulan, bahwa cinta itu damai. Ia adalah segala-galanya bagi umat manusia. Pembawa ketentraman hidup. Jadi, jangan salahkan cinta atas resiko dari kesalahan yang telah terjadi atas ulah sendiri. Mungkin juga yang dirasakan bukan cinta, tetapi itu nafsu yang menyamar sebagai wujud dari cinta. Benar tidaknya, jawabannya ada di hati nurani pembaca. Waspadai cinta yang merusak, sebab cinta tidak merusak, tetapi ia bagaikan pagar yang menjaga tanaman dari hewan yang ingin merusak.
                             Penulis Adalah Pengamat Pergaulan Remaja Aceh