Stop Cerca Cinta, Cinta atau Nafsukah Ia?
Oleh
Teuku Asrul
Jaman ini tidak gaul, jika berstatus Jomblo. Sebagian besar remaja merasa malu jika tidak punya pacar. Berbagai
jalan ditempuh, agar bisa mendapatkan sang kekasih. Namun, juga tidak sedikit
pemuda-pemudi yang tidak ingin lagi punya pacar. Katanya kecewa karena pasangan
selingkuh, tidak bisa diaturlah, cemburuan bangetlah, tidak perhatianlah, dan
banyak sebab lain yang akhirnya cinta yang menjadi korban hinaan mereka.
Terlebih lagi, wanita beranggapan semua lelaki itu sama
dengan lelaki yang mengecewakannya dan begitu juga dengan lelaki yang menganggap semua wanita itu sama dengan
wanita yang pernah menyakitinya. Toh, akhirnya lahirlah
kata ''persetan dengan cinta, cinta itu bajiangan, cinta itu jahat, cinta itu
anjing'' dan masih banyak lagi kata-kata kotor yang muncul untuk mencerca cinta.
Dari fenomena di atas, Penulis merasa
tertarik untuk meluruskan atau mengupas sedikit permasalahan yang terjadi di
dunia remaja. Sebahagian remaja sudah sangat bosan, jika mendengar kata cinta,
dan juga tidak sedikit remaja yang sedang asyik bercinta, namun, mereka menyalah
artikannya. Banyak patokan cinta yang diposisikan ke hal yang negatif. Misalkan
saja, cinta itu diukur dengan ciuman, pelukan, dan banyak lagi hal-hal yang
akhirnya akan membawa kesesatan.
Jaman ini, mungkin pelaku cinta masih
sangat awam untuk mengenal yang namanya cinta. Bagaimana tidak, kecil-kecil
sudah pandai mengerdipkan mata. Cara menggoda dan tutur kata senantiasa
menjurus ke hal yang memancing hasrat. Akhirnya terjalinlah sebuah hubungan
yang katanya didasarkan oleh rasa cinta. Hasilnya, keduanya akan mendapatkan
kesengsaraan batin diujung hubungan yang diakhiri dengan permusuhan dan cinta
yang dulunya terikral hilanglah sudah.
Sering pula kita baca kasus-kasus
khalwat yang ter-ekspos ke media masa. Bukan satu atau dua kasus, namun sudah
tidak terhitung jumlahnya. Belum lagi yang istilah anak muda sekarang kita
dengar dengan ungkapan poh banded atau
jadup atau sese bineh yang biasanya terjadi di pinggir-pinggir pantai yang
gubuknya sudah disediakan. Anehnya, hal itu sudah seperti tidak haram lagi,
kalau sudah didasarkan pada yang mereka anggap adalah cinta. Di sisi lain, begitu
banyak pula lelaki yang hadu jotos
untuk memperebutkan cintanya. Bahkan nyawa melayang hanya karena untuk
mempertahankan yang mereka anggap itu cinta.
Hal ini penting direspon, untuk
menjaga putra-putri tercinta dari hal yang mungkin kita semua sepakat untuk
tidak terjadi, mungkin semua pihak harus ikut serta. Terutama orang tua,
lembaga pendidikan, dan seterusnya masyarakat. Baik itu secara moral, maupun
tindakan yang mungkin harus dilakukan pada suasana tertentu. Akan tetapi, peran
tersebut sekarang sudah mulai kabur. Banyak orang tua yang telah mengijinkan
anaknya pacaran, bahkan kadang-kadang ada orang tua yang bangga, kala anaknya
pacaran. Ini juga salah satu budaya Aceh yang telah terkontaminasi.
Percaya atau tidak, silahkan kunjungi
desa-desa terpencil di Aceh. Kemudian amatilah, orang tua mereka mengijinkan
anaknya pacaran atau tidak. Penulis sendiri berada pada desa terpencil di Aceh,
namun benar orang tua di desa Penulis masih melarang anaknya pacaran. Jangankan
untuk berjumpa dengan lelaki, keluar rumah pun dilarang, kecuali pada waktu
sekolah.
Islam sangat dekat dengan cinta.
Dijelaskan cinta itu damai, tidak ada perperangan, tidak ada kekacauan,
tentram, aman, dan sejahtera. Bayangkan, jika cinta tidak ada, mungkin dunia
ini sudah menjadi dunia misteri. Bunuh-membunuh, pertumpahan darah di
mana-mana, manusia tidak akan peduli dengan manusia lainnya. Coba baca sejarah
jaman jahiliyah, mungkin hidup dijaman itu sangat suram.
Oleh karena itu, upayakan cinta yang
pertama kepada Allah, kemudian kepada Nabi, orang tua, dan kepada guru.
Insyaallah, jika engkau mencintai yang lainnya, maka tidak akan melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapan sang Khalik. Pemahan yang semacam inilah
yang harus tertanam kepada remaja putra-putri Aceh, agar jauh dari kesesatan
dunia.
Kemudian cerna arti cinta itu. Cinta
tidak merusak, tetapi cinta itu menjaga. Cinta butuh pengorbanan, namun tidak
mengharap balasan. Cinta itu indah, tidak membawa kesengsaraan. Cinta itu suci,
tidak terkotori dengan pelanggaran-pelanggaran. Cinta itu kasih sayang, bukan
pengumbar nafsu. Cinta itu untuk memiliki, namun bukan mencampuri. Cinta itu
sangat damai.
Tidak dapat dipungkiri, apa divinisi
cinta yang sesunguhnya. Sudah pasti lain orang lain pula mengartikannya,
seperti fenomena yang terjadi dikalangan remaja saat ini, cinta sudah hampir
rada-rada sama dengan nafsu. Benarkah cinta itu identik dengan nafsu? Mungkin
benar, jika ia dalam konteks cinta lawan jenis, dan salah, jika itu dalam
konteks umum. Akan tetapi, cinta dikalangan remaja hampir sangat-sangat dekat
dengan zina. Bernarkah itu cinta?
Tidak tanggung-tanggung juga Allah
menegaskan untuk tidak mendekati akan zina. Jangankan melakukan, mendekati saja
dilarang. Begitulah larangan-Nya, sebab Allah maha mengetahui akan hamba-Nya
yang sangat susah untuk menjaga nafsu. Tidak ada penjelasan tentang haramnya
kata “pacaran” namun, jika ia mengumbar hasrat, hukum Allah tetap berlaku dan
Allah tidak akan sedikit pun lalai dalam urusan-Nya.
Pemahahaman tentang cinta dikalangan
remaja sangat penting untuk putra-putri tercinta pada masa pubernya. Mungkin masa
ini dirasakan oleh setiap manusia normal, tak terkecuali manusia yang tak
normal pun mungkin merasakan hal itu. Bagaimana tidak, itu kebutuhan biologis.
Di sisi lain, kita juga manusia yang beragama, punya Sang Pencipta, dan sudah
pasti memiliki peraturan-peraturan yang itu juga untuk kebaikan hamba-Nya.
Akhir dari ulasan di atas, penulis
memberi kesimpulan, bahwa cinta itu damai. Ia adalah segala-galanya bagi umat
manusia. Pembawa ketentraman hidup. Jadi, jangan salahkan cinta atas resiko
dari kesalahan yang telah terjadi atas ulah sendiri. Mungkin juga yang
dirasakan bukan cinta, tetapi itu nafsu yang menyamar sebagai wujud dari cinta.
Benar tidaknya, jawabannya ada di hati nurani pembaca. Waspadai cinta yang
merusak, sebab cinta tidak merusak, tetapi ia bagaikan pagar yang menjaga
tanaman dari hewan yang ingin merusak.
Penulis Adalah Pengamat Pergaulan Remaja Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar