Minggu, 27 Februari 2011

PUISI

Serapah Rindu
Karya : Teuku Asrul

Aku tak sanggup menahan rasa
Perih hati ini menahannya
Derita tak tau bawa kemana
Tuhan yang tau semuanya

Akan kubawa rasa ini sampai kumati
Kau tak pernah tau hati ini
Aku tertatih merintih semua ini
Sendiri dalam sunyi

Kau akan mengerti arti suatu saat nanti
Kala semua telah pergi
Kutakut kau tersakiti
Aku tak mau itu terjadi
Niatku suci tak punya arti
Hanya aku yang tak tau diri
Harapmu beri arti

Kini semua telah sirna
Tak ada lagi ilusi taman-taman rindu
Hampa , beku, mati!


Banda aceh, 15 Maret 2010

Senin, 21 Februari 2011

OPINI

Bangsa yang Tak Optimis Berbahasa
Oleh
Teuku Asrul
Bahasa mencerminkan bangsa. Sebuah bangsa yang segala tatanan kehidupannya bagus dapat dilihat dari bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga merupakan warisan para leluhur bangsa ini yang mengharuskan untuk dilindungi oleh para generasi penerusnya.
Optimisme bangsa dapat dilihat dari tingkat prinsibel penduduk atau intalasi pemerintahan dalam membina dan mengimplementasikan bahasa dalam kehidupan nyata. Nah, yang menjadi pertanyaannya apakah di Indonesia sudah mencerminkannya? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab bersama. Sebab kedudukan bahasa Indonesia di negeri ini telah disahkan sebagai bahasa nasional dalam teks sumpah pemuda kala itu.
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang diikrarkan dalam sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan juga dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 sebagai bahasa Negara. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dapat juga disebut bahasa nasional atau bahasa kebangsaan. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan alat perhubungan antar budaya serta antar daerah.
Seterusnya dalam kedudukan sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional, bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional, sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen, bahasa media massa, pendukung sastra Indonesia, dan pemerkaya bahasa dan sastra daerah.
Mengingat bulan ini “Oktober” yang disebut juga dengan bulan Bahasa di Indonesia setelah Sumpah Pemuda kira-kira hampir sampai satu abad silam serta mengingat hasil Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1975 dan Seminar Politik Bahasa yang diselenggarakan di Cisarua, Bogor pada tanggal 8-12 November 1999. Ini merupakan stimulus untuk mengintip kilas balik peristiwa urgen tersebut.
Berangkat dari hal itu, emosional linguistik penulis pun tersentuh, sehingga penulis terinspirasi untuk menarikan jemari di keybord komputer untuk menuangkan sedikit pemikiran berupa argumen tentang penggunaan bahasa asing di berbagai intalasi, baik pemerintahan maupun swasta.
Dilihat dari kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan ditinjau dari funsi-fungsinya terlihat sangat memprihatinkan dalam penerapannya di berbagai bidang. Terutama, penulis merasa heran dengan penulisan bahasa asing di berbagai gedung yang ada di Indonesia khususnya di daerah Aceh tempat kediaman penulis. Salah satu gedung tempat penulis menimba ilmu pengetahuan, yaitu di gedung baru FKIP unsyiah yang dibangun oleh USAID menggunakan bahasa asing pada pintu masuk.
Potret ini dapat dilihat pada gerbang masuk kampus tertulis open dan closed ‘buka dan tutup’. Sebenarnya bukan tidak boleh hal itu terjadi, tetapi tidak begitu tepat jika hanya kata asing itu yang terpampang pada pintu masuk itu. Seterusnya kata yang dipakai untuk menunjukkan perbedaan kamar mandi untuk pria dan untuk wanita yang ada di gedung FKIP tersebut tertulis kata male dan female ‘pria dan wanita’ dan hampir semua kata yang dipakai pada gedung tersebut menggunakan bahasa asing.
Jika ditinjau dari fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional, maka fungsi tersebut seperti telah terabaikan dalam pelaksanaannya. Kita boleh menghargai bahwa gedung tersebut adalah bantuan masyarakat asing, tetapi tidak dalam arti bahasa asing itu sendiri harus kita terapkan dalam gedung tersebut. Jika penulis bisa mengambil kesimpulan dari landasan politik bahasa, maka secara tidak sadar penjajahan bahasa di Indonesia telah dimulai.
Dalam pada itu, jika ditinjau dari fungsinya sebagai lambang identitas nasional, maka gedung tersebut sepertinya bukan berada di wilayah Indonesia. Sebab identitas kebahasaannya tidak mencirikan identitas nasional bahasa di Indonesia. kemudian ditinjau dari fungsinya sebagai alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya sepertinya Indonesia sendiri ingin memecah belahkan berbagai kelompok etnik dan berbagai latar belakang sosial budaya dan bahasa. Hal ini jelas dan terbukti dari penerapan bahasa itu sendiri di gedung-gedung yang sepertinya menyamar dan menyeludup masuk ke daerah Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi di rumah sakit dan di berbagai tempat di kawasan aceh. Penulis merasa kedudukan bahasa Indonesia sepertinya telah terabaikan di benak kita semua sebagai rakyat Indonesia. pemasyarakatan bahasa asing tersebut ada baiknya untuk menambah wawasan bagi masyarakat aceh. Tetapi alangkah baiknya jika penulisan kata asing itu disejajarkan dengan bahasa Indonesia. Artinya, penulisan tersebut harus diiringi oleh bahasa Indonesia. bahasa Indonesia ditulis di atas dan bahasa asing ditulis di bawahnya.
Kemudian penulis juga melihat produk-produk pemesanan impor Indonesia. bahkan ada produk yang sama sekali tidak memakai bahasa Indonesia, padahal konsumen produk tersebut adalah orang Indonesia. Efeknya konsumen tidak tahu akan aturan pakainya. Hal itu sangat berbahaya jika konsumen itu sendiri tidak jeli dalam menggunakannya. Salah-salah akan terjadi kesalahan dalam pemakaiannya. Hal ini juga salah satu terabaikannya fungsi bahasa sebagai alat penghubung antar budaya dan daerah.
Menyingkapi temuan-temuan lapangan tentang posisi bahasa di negera ini yang sangat memperihatikan terhadap kepunahan bahasa Indonesia. Bila kita tak menjaga, membina dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata, maka tak tertutup kemungkinan bahasa Indonesia ini hanya akan tinggal kenangan bagi generasi-generasi selanjutnya nanti. Tentu ini bukan harapan kita.
Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah dan Juga Pemerhati Bahasa

Jumat, 18 Februari 2011

PUISI

Menjerit Kehausan
Karya Teuku Asrul

Bumi menjerit kehausan
Menyengat teriknya mentari
Ozon terkikis luka
Menangis iya karenamu
Penguasa!!!

Rakyatmu selalu meminta kepada Tuhannya
Berikan kemakmuran dan jauhi malapetaka
Tapi kau tak pernah berfikir tentang bumi Tuhan
Seakan-akan milikmu

Hai penguasa!!
Kau gorok perutnya, kau babat liar segala
Tak tahu menahu
Infestasi yang kau bangakan
Hanya membawa malapetaka

Tuhan tak lancang dengan kalam-Nya
Ia maha pemurah lagi penyayang
Tetapi, jangan kau pikir iya tak pernah murka
Menjala merata ia beri petaka
Kau terduduk manis di kursi raja
Rakyatmu compang-camping ditelan bencana

Lancang kau penguasa
Tak tahu kalam Tuhanmu
Kehancuran, bencana, karena ulahmu
Kalam Tuhan jangan kau ragu

Tuhan ,,,!
Lindungilah kami
Kami berlindung kepadamu dari penguasa yang zalim
Amin,,,,



Banda Aceh, 10 November 2010

PUISI

Kau Tak Tau Waktu
Karya : Teuku Asrul

Kau tak tau waktu
Tak pernah kau atur itu
Kau tak tau arti waktu
Terhempas semua rindu

Tapi kau bangga dengan baju itu
Bangga tuk duduk manis tersuguh susu
Kau tak tau pandanganku, mereka

Kau tak tau waktu
Kau hanya tau upahmu
Tapi kapan waktu kerjamu
Kau tak tau apa profesimu

Kau tak tau waktu
Yang kau tau hanya perutmu
Munafik,
Kau tak tau waktu
Banda Aceh, 27 Oktober 2010

PUISI

Negeri Syariat
Karya : Teuku Asrul
Di negeri syariat ini
Terpapah sajadah
Porosnya terbentang,  Kakbatullah
Kekal dan abadi menyerpah

Jangan kau cerca syariat
Tersentak pusara tetua
Jangan kau kecam syariat
Kau tak seperti mereka

Sultan raja telah memerintah sebelum kau
Kau sadar atau tak mau sadar
Semua bermuara pada kau
Kau yang mesti di cerca

Kau yang menjual aurat
Kau yang menciptakan lapak
Kau yang melahirkan ramjadah
Kau yang korup
Kau yang menyentuh khamar
Jangan sekali-kali kau cerca syariat

Ia kokoh bak tiang
Ia suci bak putihnya tulang
Ia bersih tak ternoda
Ia lambang yang terpecaya

Bedebah, munafik,,,,!
Jika kau mengecam syariat
                            
                                                 Banda Aceh, 03 Desember 2010

SYAIR

Peukateun Nanggroe
Keunarang Teuku Asrul

Assalamu’alaikom wahe e akhi
Dengoe lon rawi saboh peukara
Donya rap akhe wahe e akhi
Beuna ta hiroe keu poe donya

Bek gadoh taduk bak lapak judi
Sabeb nyan akhi susah syedara
Dalam hudep nyoe beuna taturi
Hukom tuhan beutapeulara

Aleuh nibak nyan e wahe akhi
Kajeut taturi ileume agama
Tajak bak dayah siraman rohani
Bek le taturi arak nyan nama

Adat lawet nyoe hana meukri-sakri
Budaya nasrani yahudi pihna
Agam ngen dara tan le taturi
Sang-sang e rabbi hana agama

Ladom teuduek-duek bak bineh pasi
Nyoe ken ngen dara sang tan sampoerna
Teuka di dara hana le budi
Rata klek agam ka meuturi nama

Nyoe saboh tanda wahe e akhi
Peukateun nanggroe donya ka akhe
Beuna taingat wahe e akhi
Nyan nyang lon rawi beuna tapike

Kajeut ohno dile wahe e akhi
Singoh lusa tasambong teuma
Nyoe na umue geubi le rabbi
Cae peudong agama ta rawi teuma

                                                                        
                                                                        Banda Aceh, 10 Desember 2010

LAPORAN FEATURE

Menguak Lima Makam Syuhada
oleh
Teuku Asrul
Gelap. Hanya remang-remang cahaya lampu memberi sedikit terang. Suasana hening, hanya suara bising kendaraan yang masih terdengar dari kejauhan. Malam itu, tak lama setelah senja beranjak, aku dan salah seorang temanku mendatangi sebuah pemakaman yang terletak tepatnya di belakang gedung AAC Dayan Dawood. Pemakaman tersebut di apit oleh gedung AAC dan Gedung Flamboyan, sebelah timurnya terdapat sebuah kantin, orang-orang meneybutnya kanti AAC.

Maksud saya berziarah ke makam itu adalah untuk mengetahui secara pasti siapa saja yang dimakamkan di tempat tersebut. Selain itu, saya juga sempat mengabadikan makam tersebut ke dalam kamera Fuji Film. Tak ada firasat akan ketakutan sedikitpun ketika berada di tempat itu, meski kami hanya berdua.

Banyak sumber sejarah menyebutkan, bahwa sekitar lebih kurang 7 abad silam Aceh merupakan salah satu wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu dan Budha. Konon katanya, Aceh pertama sekali dikuasai oleh pendatang-pendatang dari Cina. Oleh karena itu, ajaran yang ditularkan kepada penduduk Aceh sesuai dengan keyakinan meraka.

Beberapa abad setalah peradaban hindu dan budha berkembang pesat di Aceh, secara avolusi, para penyiar agama Islam pun mulai mengapakkan sayapnya ke Aceh. Beragam cara dan alasan dilakukan demi mensyiarkan Islam ke Aceh. Baik dengan perdagangan, kerjasama dan lainnya. Dari banyaknya para mujahidin dalam membawa ajaran Islam ke bumi Aceh ini, termasuk di anataranya H. Achmad Qasturi berasal dari Turki, (1316-1389), Datok Nafi berasal dari Malaysia, Muda Selangor berasal dari Selangor Malaysia, Abu Said  berasal dari  Tanoh Abe, Aceh Besar dan Tgk. Malem Panyang Pelanggahan, 1337-1399, yang makamnya sekarang tepat di tengah kampus jantong hate oreung Aceh, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Mengingat kelima syuhada tersebut sangat berjasa dalam menyiarkan agama Islam ke Aceh, maka makam para syuhada tersebut tidak dipindahkan sebagaimana makam lainnya dan juga sudah menjadi warisan bagi orang Aceh untuk menghormati makam-makam para syuhada. Dulu, area ini adalah pemakaman umum dan kemudian karena dibukanya Unsyiah pemakaman tersebut pun dipindahkan, kecuali kelima makam syuhada tersebut. Ditengah-tengah jeurat tersebut tampak dua batang pohon besar yang tak terhitung usianya. Akarnya pun tampak sudah memporak-porandakan kelima jeurat para syuhada itu.

Laporan Feature

LIPUT

Kenduri  Jeurat Sebuah Tradisi
Oleh
Teuku Asrul

Sebuah tradisi yang memang sudah terwarisi, yaitu kenduri jeurat. Tradisi ini memang sudah menjadi warisan turun-temurun masyarakat Darul Makmur khususnya dan seluruh masyarakat Aceh umumnya. Runtinitas tahunnan ini bagi masyarakat Darul Makmur memang sudah sangat mengakar dalam kehidupan sosialnya. Mereka berpendapat, kenduri jeurat memang suatu cultural yang tak boleh tidak dilakukan.
Pelaksanaan rutinitas tahunan ini dilaksanakan dalam dua versi, ada yang melaksanakan pada saat momentum lebaran idul fitri dan ada pula yang melaksanakan pada saat memontum idul adha. Namun, mayoritas persentasinya lebih dominan dilaksanakan pada momentum idul fitri. Mengapa? Masyarakat Aceh atau Darul Makmur khususnya, melihat bahwa pelaksanaan tersebut dikonvensionalkan dilaksanakan ketika momentum lebaran tidak lain adalah untuk bersilaturahmi dengan para kerabat atau saudara yang telah mendahuluinya mengahadap sang Khalik.
Beragam pelaksanaan kenduri yang dilakukan, ada yang melakukan di rumah dan ada pula yang melakukan langsung di Tempat Pemakaman Umum (TPU). Namun, pada umumnya masyarakat lebih dominan melaksanakannya di TPU, sebab di gampong-gampong pemakamannya adalah satu tempat, yaitu di TPU.
Pelaksanaan kenduri jeurat ini dilaksanakan oleh masrakat gampong tersebut, baik yang ada tak ada sanak saudaranya di TPU. Terlebih lagi yang bagi keluarga penghuni. Kenduri jeurat ini adalah kegiatan gampong yang memang diharuskan untuk diikuti oleh seluruh masyarakat gampong tersebut. Selain itu, ketika kanduri jeurat berlangsung juga ikut dihadiri oleh kerabat-kerabat lain yang ada familinya dikebumikan di pemakaman tersebut, meski mereka bukan penduduk gampong tempat pemakaman.
Hari pelaksanaan berlangsung sangat meriah. Dengan suasana yang ramai juga diiringi dengungan-dengungan ilahi rabbi yang mengagungkan-Nya mencirikan keceriaan tersendiri. Rasa haru pun dirasakan seakan-akan mereka bisa bertemu langsung dengan sanak keluarganya yang telah mendahuluinya. Kebaktian masyarakat Darul Makmur terhadap orang tua yang telah mendahuluinya terealisasi dari pembacaan surat yasin yang langsung dibacakan di samping jeurat orang tuanya. Tidak lain mereka hanya mendoakan orang yang telah mendahuluinya terjauhi dari siksaan dan akan mendapatkan kebahgiaan di alam kuburnya.
Setelah pembacaan yasin kemudian dilanjutkan dengan menyiram kubur dengan air dari atas sampai kekaki kubur. Setelah itu untuk ansak-anak atau cucunya diharuskan untuk mencuci muka di atas kubur sambil mendoakan agar kelak mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Setelah pengajian yang dilaksanakan di rangkang selesai, tengku memimpin samadiah bersama, kemudian ditutup dengan doa untuk ahli kubur secara umum dan kemudian kepada seluruh saudara yang telah berhadir dalam kenduri itu.
Kemudian setelah habis berdoa, acara di tutup dengan makan bersama dengaqn makanan yang telah disediakan sebelumnya oleh masing-masing keluarga yang berkunjung. Setelah acara makan-makan selesai, maka selesai lah acara  kenduri jeurat tersebut.
Penulis Adalah Mahasiswa Bahasa dan Sastra FKIP Unsyiah.